Kasus
1 tentang Cybersquatting
Cybersquatting adalah
mendaftar,menjual atau menggunakan nama domain dengan maksud mengambil
keuntungan dari merek dagang atau nama orang lain. Umumnya mengacu pada praktek
membeli nama domain yang menggunakan nama-nama bisnis yang sudah ada atau nama
orang-orang terkenal dengan maksud untuk menjual nama untuk keuntungan bagi
bisnis mereka.
Contoh kasus
Cybersquatting yaitu carlos slim, orang terkaya didunia itupun kurang sigap
dalam mengelola brandingnya di internet, sampai domainnya diserobot orang lain.
Beruntung kasusnya bisa digolongkan cybersquat sehingga domain carlosslim.com
bisa diambil alih. Modusnya memperdagangkan popularitas perusahaan dan keyword
carlos slim dengan cara menjual iklan google kepada para pesaingnya. Penyelesaian
kasus ii adalah dengan menggunakan prosedur Anticybersquatting Consumer
Protection Act (ACPA), memberi hak untuk pemilik merek dagang untuk menuntut
sebuah cyberquatter di pengadilan federal dan mentransfer nama domain kembali
ke pemilik merek dagang. Dalam beberapa kasus, cybersquatter harus membayar
ganti rugi uang.
Untuk kasus-kasus
Cybersquatting dengan menggunakan pasal-pasal dalam kitab undang-undang pidana
umum, seperti misalnya pasal 382 bis KUHP tentang persaingan Curang, pasal 493
KUHP tentang pelanggran keamanan umum bagi orang atau barang dan kesehatan
umum, pasal 362 KUHP tentang pencurian dan pasal 378 KUHP tentang penipuan dan
pasal 22 dan 60 undang-undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi untuk
tindakan domain hijacking.
Kasus
2 tentang pornografi
Kasus video porno Ariel
“peterpan” dengan Luna Maya dan Cut Tari, video tersebut diunggah diinternet
oleh seorang yang berinisial “RJ”.
Pada kasusu tersebut
modus sasaran serangnya ditunjukan kepada perorangan atau individu yang
memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut.
Penyelesaian kasus
inipun dengan jalur hukum, pengunggah dan orang yang erkait dalam video
tersebut pun turut diseret pasal-pasal sebagaai berikut pasal 29 UURI No. 44 th
2008 tentang pornografi pasal 56, dengan hukuman minimal 6 bulan sampai 12
tahun. Atau dengan denda minimal Rp 250 juta hingga Rp 6 miliyar dan pasal 282
ayat 1 KUHP.
Pengaturan pornografi
melalui internet dalam UU ITE
Dalam UU No. 11 tahun
2008 tentang informasi dan transaksi elektronik juga tidak ada istilah
pornografi, tetapi muatan yang melanggar kesusilaan. Penyebarluasan muatan yang
melanggar kesusilaan melalui internet diatur dalam pasal 27 ayat (1) UU ITE
mengenai perbuatan yang dilarang yaitu : setiap orang dengan sengaja dan tanpa
hak mendistribusikan dan mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya
informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan.
Pelanggaran terhadap
pasal 27 ayat (1) UU ITE dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan
denda paling banyak Rp 1 milyar (pasal 45 ayat [1] UU ITE)
Kasus
3 tentang pejudian online
Perjudian online,
pelaku menggunakan sarana internet untuk melakukan perjudian. Seperti yang
terjadi di Semarang, desember 2006 silam . para pelaku melakukan prakteknya
dengan menggukan system member yang semua anggotanya mendaftar ke admin situs
ituatau menghubungi HP ke 081XXXXXXX dan 021XXXXXXXX. Mereka melakukan
transaksi online melalui internet dan HP untuk mempertaruhkan pertarungan bola
liga Inggris, liga Italia dan liga Jerman yang ditayangkan di televisi. Untuk setiap
petaruh yang berhasil menebak skor dan memasang uang Rp 100 ribu bisa mendapatkan uang 100 ribu atau lebih. Modus para
pelaku bermain judi online adalah untuk mendapatkan uang dengan cara instan. Dan
sanksi menjerat para pelaku yakni dikenakan pasal 303 tentang perjudian dan UU
7/1974 pasal 8 yang ancamannya lebih dari 5 tahun.
Selain dengan pasal 303
KUHP menurut pihak kepolisian diatas, maka pelaku juga bisa dikenai pelanggran
pasal 27 ayat 2 UU ITE, yaitu “stiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan mentransmisikannatau embuat dapat diaksesnya informasi
elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian “ . Oleh karena
itu pelanggaran pada pasal tersebut maka menurut pasal 43 ayat 1 yang
bersangkutan dapat ditangkap oleh polisi atau selain penyidik pejabat polisi
negara republik indonesia, pejabat negara pegawai sipil tertentu di lingkungan
pemerintah yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya dibidang teknologi informasi
dan transaksi elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang tentang hukum acara pidana untuk melakukan
penyidikan tindak pidana dibidang teknologi informasi dan transaksi elektronik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar